SURABAYA - Belakangan fenomena pick me girl menjadi sorotan. Pick me girl adalah tindakan seseorang, umumnya perempuan, berusaha membuat lawan jenis terkesan dengan menyatakan bahwa ia tidak seperti kebanyakan perempuan.
Psikolog Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Ike Herdiana M Psi Psikolog menyebut ada beberapa tanda individu yang tergolong pick me girl. Pertama, ia akan menyatakan kondisi diri pribadi yang berbeda dengan karakteristik atau stereotip gender secara umum.
Baca juga:
Babinsa Sukolilo Patroli dan Pantau Wilayah
|
Kedua, ia akan cenderung merendahkan perempuan lain. Terakhir, seorang pick me girl akan menampilkan sikap, minat, kebiasaan, atau gaya yang dianggap berbeda dan mampu menarik perhatian lawan jenis.
Dr Ike, Senin (7/3/2022) menjelaskan, seorang pick me girl tidak hanya berusaha menarik lawan jenis. Ia melakukan itu karena ingin menerima respect dan diperhatikan orang lain. Kebutuhan untuk tampil ‘berbeda’ dan superior ini berkaitan dengan kehidupan sosial.
Mereka umumnya menginginkan kehidupan sosial, namun lewat cara yang tidak sehat, yakni dengan sengaja merendahkan orang lain. “Termasuk pula keinginan berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan itu, ” jelas Ketua Kelompok Kajian Gender dan Anak Fakultas Psikologi UNAIR tersebut.
Tidak Hanya Menjangkiti Perempuan
Meski beberapa literatur menjelaskan bahwa umumnya sifat pick me girl dilakukan oleh perempuan, laki-laki tidak menjadi pengecualian. Layaknya pick me girl, pick me boy adalah situasi ketika laki-laki menentang kondisi stereotip agar dianggap berbeda dan lebih keren oleh lingkungan pergaulan.
“Namun belum ada penjelasan spesifik perbedaan dari sisi gender, karena baik laki-laki dan perempuan memiliki stereotip gender yang sama-sama kuat, ” jelas Dr Ike.
Didorong oleh Perilaku MisoginiDr Ike menyebut sifat pick me girl muncul karena faktor internalized misogyny. Perilaku misogini merupakan kebencian atau rasa tidak suka pada perempuan. Sehingga, perilaku misogini pada seorang pick me girl muncul lewat keinginan untuk menjauhkan diri dari stereotip wanita tradisional yang selama ini dianggap tidak menonjol dan cenderung negatif.
Internalized misogyny tersebut menggambarkan perempuan juga bisa memiliki pemahaman seksisme dan perilaku kebencian terhadap sesama perempuan. Kondisi ini juga didorong kebutuhan pribadi untuk terlihat unik dan berbeda dari orang lain.
“Stereotip perempuan yang suka make up, lemah lembut, suka dilindungi, suka belanja, didobrak dengan menyatakan dirinya berbeda dengan kondisi itu semua” terangnya.
Membutuhkan KonselingPerilaku pick me girl umumnya akan membuat relasi sosial dan lingkungan sekitar tidak menyenangkan. Dalam hal ini termasuk kondisi persaingan yang tidak sehat, unsur menghina, serta merendahkan salah satu pihak.
“Kondisi tersebut tentu tidak nyaman untuk membangun relasi sosial yang sehat. Secara natural, seseorang barangkali akan meninggalkan relasi seperti itu, ” sebutnya.
Oleh karena itu, Dr Ike menekankan bahwa dalam beberapa situasi pelaku pick me girl akan membutuhkan konseling. Terlebih apabila kondisi tersebut terus berlangsung, individu akan semakin terobsesi merendahkan dan menghina orang lain.
“Mereka akan semakin tidak realistis dengan tindakan-tindakannya. Hal itu akan membuat individu tidak mampu mengontrol emosi hingga timbul ketidaknyamanan secara psikologis, ” imbuhnya.
Maka apabila perilaku pick me girl berpotensi merugikan orang lain dan diri sendiri, Dr Ike mengimbau agar segera mencari bantuan profesional. (*)
Penulis: Intang Arifia
Editor: Feri Fenoria